Kamis, 17 Juni 2010

The Way to Happiness

Terungkapnya makelar kasus (markus) yang melibatkan Gayus Tambunan (GT), pegawai Direktorat Jenderal Pajak, berdampak luar biasa terhadap Pengadilan Pajak. Apalagi setelah adanya tudingan bahwa potensi korupsi terbesar dalam kasus pajak ada di Peng­adilan Pajak. Ditambah lagi dengan pengakuan GT yang mengatakan pernah memberikan sejumlah uang kepada oknum panitera di Pengadilan Pajak terkait dengan kasus yang ditanganinya. Meski hal tersebut sudah dibantah oleh yang bersangkutan dan belum diuji kebenarannya melalui persidangan, namun semua itu telah menimbulkan keresahan di kalangan hakim dan pegawai di Pengadilan Pajak.

Sehubungan dengan hal tersebut, beberapa waktu yang lalu, Kerohanian Islam (Rohis) Pengadilan Pajak mengadakan ceramah motivasi dengan tajuk The Way to Happiness dengan menampilkan dr. Arief Alamsyah, seorang motivator asal Malang sebagai pembicara.

Ceramah motivasi yang dihadiri oleh pimpinan, hakim, dan pegawai Pengadilan Pajak tersebut berlangsung dengan santai. Dengan gaya dr. Arief yang jenaka, selain mendapatkan pencerahan, hadirin juga terhibur dengan banyolan-banyolan segarnya.

Memang tidak ada orang stress yang mau mengakui kalau dirinya sedang stress. Dr. Arif mencontohkan dengan bercerita tentang seorang yang marah-marah karena tidak terima dikatakan stress. Sikapnya yang marah-marah tersebut justru menunjukkan kalau dia memang sedang stress. Menurutnya, orang kalau sudah burn out atau sudah capek dalam hidupnya, segala sesuatu itu rasanya hambar. Harvard Business Review sudah pernah membahas mengenai burn out ini sejak 20 tahun yang lalu. Banyak pegawai yang merasa capek hidupnya, padahal tidak melakukan apa-apa. Letih tanpa alasan yang jelas. Ini yang disebut dengan cronic fatigue syndrome atau sindroma keletihan kronis. Di kantor dan di rumah selalu merasa capek. Apabila dia ditanya banyak masalah apa tidak, dia akan menjawab tidak ada masalah. Kenapa bisa begitu? Karena masalah dia itu sudah tertimbun di alam bawah sadarnya.

Lantas bagaimana mengatasi hal tersebut? Kuncinya adalah berubah. Tuhan tidak akan mengangkat masalah kita, jika kita sendiri tidak mau berubah. Tidak ada kata terlambat untuk berubah, justru di usia 40 keatas mestinya kita reborn atau lahir kembali. Saatnya untuk menjadi agent of change atau agen perubahan. Tapi harus diingat, perubahan itu tidak mungkin datang sendirian, perubahan itu selalu datang bersama sahabat-sahabatnya, dan sahabat-sahabatnya itu adalah hinaan, cacian, dan makian. Nabi Muhammad SAW dahulu juga dihina dan dilempari karena ingin mengubah sistem keyakinan, dari sistem jahiliyah ke sistem islam.

Dr. Arif mengingatkan bahwa masalah kita tidak akan selesai hanya dengan mengeluh seperti yang sering dilakukan saat ini. Mengeluh itu seperti meludah ke langit, akan balik lagi. Menurutnya lagi, masalah kita yang buat sendiri, jadi untuk apa mengeluh? Mestinya tidak usah mengeluh, tapi menyelesaikan masalah. Masalah harus dilepaskan. Kebahagiaan itu sebenarnya kuncinya cuma dua, yaitu kesenangan dan makna.

Menurutnya lagi, hal yang paling penting itu sebenarnya bukan seberapa banyak yang kita miliki, tapi seberapa banyak yang kita nikmati. Apa yang bisa dinikmati, bila kemana-mana kita ketakutan? handphone takut disadap. Apa yang bisa dinikmati bila anak di rumah bertanya, “kok kantor bapak masuk koran terus, sih?”

Namun demikian kita semua tidak harus berputus asa. Apapun masalahnya, asal kita mau introspeksi diri, Tuhan akan menunjukkan jalan keluarnya. Kita ikhtiar dan pasrahkan saja kepada Tuhan karena Tuhan yang mahatahu mana yang terbaik buat kita. Bisa jadi ada blessing in disguise, artinya ada sebuah anugerah di balik ketidakenakan. Makanya ada kata pepatah, “Aku minta kekuatan kepada Tuhan, namun Tuhan memberiku masalah supaya aku kuat.”

Sesungguhnya suatu masalah itu bukan berat-ringannya, tapi seberapa lama masalah itu bersarang di alam bawah sadarnya. Dr. Arif memberi tahu bagaimana cara melepaskan diri dari sindroma keletihan kronis tersebut dengan metode sedona. Caranya dengan bertanya pada diri sendiri, “Apakah kamu merasa sedih?” Lalu dijawab sendiri, “Iya.” Lalu, “Apakah kamu menerima rasa sedih itu berada di dalam hati kamu?” Lalu dijawab, “Iya.” Lalu, “Apakah kamu mau melepaskan rasa sedih itu?” Lalu dijawab, “Iya.” Lalu bertanya lagi, “Kapan?” Lalu dijawab, “Sekarang.” Lalu ditutup dengan kepasrahan kepada Tuhan. Jika hal itu dilakukan dengan khusyuk, maka kita akan berhasil.

Kesimpulannya, orang yang bahagia bukan orang yang tidak punya masalah, orang yang bahagia bukan orang yang tidak pernah sedih, tapi orang yang bahagia yakin tidak ada kesedihan yang abadi. Sesudah kesulitan, pasti ada kemudahan. Orang yang bahagia bukan orang yang tidak pernah sakit hati, tapi orang yang bahagia adalah orang yang ketika sakit hati dia mau memaafkan. Orang bahagia bukan orang yang memiliki segalanya, tapi menikmati dan mensyukuri apa yang ada. Mestinya kita bersabar dengan masalah yang ada saat ini untuk suatu kenikmatan di kemudian hari. Kita yang memilih kenikmatan sekarang, mestinya juga siap ketika di kemudian hari kita mendapatkan kesusahan. Tuhan tidak akan memberikan ujian masalah yang kita tidak sanggup menghadapinya. Masalah itu diberikan, mungkin karena Tuhan ingin kita merubah kebiasaan lama kita.

Demikianlah motivasi dari dr. Arief, semoga bermanfaat bagi kita semua untuk introspeksi diri demi menemukan kembali kebahagiaan.

1 komentar:

ANNAS mengatakan...

Hari ini kaum Muslimin berada dalam situasi di mana aturan-aturan kafir sedang diterapkan. Maka realitas tanah-tanah Muslim saat ini adalah sebagaimana Rasulullah Saw. di Makkah sebelum Negara Islam didirikan di Madinah. Oleh karena itu, dalam rangka bekerja untuk pendirian Negara Islam, kelompok ini perlu mengikuti contoh yang terbangun di dalam Sirah. Dalam memeriksa periode Mekkah, hingga pendirian Negara Islam di Madinah, kita melihat bahwa RasulAllah Saw. melalui beberapa tahap spesifik dan jelas dan mengerjakan beberapa aksi spesifik dalam tahap-tahap itu