Minggu, 09 Mei 2010

Terhina di Hadapan Ka'bah

Bagi umat Islam, Ka’bah tentu sudah sangat dikenal. Ka’bah adalah sebuah bangunan berbentuk kubus yang terletak di tengah-tengah Masjidil Haram, kota Mekah. Bangunan ini adalah situs suci bagi umat Islam yang dijadikan patokan arah kiblat bagi umat Islam di seluruh dunia ketika melaksanakan shalat maupun ibadah lainnya seperti haji dan umrah.

Saya merasa sangat beruntung karena sudah sempat melihat langsung, mengelilingi (tawaf), menyentuh, mencium, bahkan masuk dan shalat di dalamnya. Semua itu tentu bisa terjadi berkat rahmat dari Allah. Banyak orang yang telah berlimpah harta namun belum tergerak hatinya untuk datang karena memang belum mendapat panggilan dari Allah. Saya sendiri sudah mengimpikan dapat megunjungi Ka’bah ketika kedua orang tua dan kakek-nenek saya pertama kali menceritakannya di masa kanak-kanak dahulu, namun baru dapat terwujud ketika dewasa.

Pertemuan dengan Ka’bah adalah pengalaman spiritual yang luar biasa yang tidak akan mungkin saya lupakan seumur hidup. Meski Ka’bah hanyalah tumpukan batu hitam yang dibangun menjadi bangunan persegi empat, meski Ka’bah hanyalah benda mati yang dijadikan patokan arah kiblat bagi umat Islam di seluruh dunia, namun bagi saya bangunan ini mempunyai daya magis yang luar biasa yang tidak dapat saya ungkapkan dengan kata-kata.

Tentu masih banyak yang belum begitu mengetahui seperti apa dan bagaimana sejarah Ka’bah yang juga dinamakan Bayt Al Atiq atau Rumah Tua ini hingga menjadi situs suci bagi umat Islam sampai saat ini. Kata Ka'bah berasal dari bahasa Arab, yang berarti bangunan persegi empat, akan tetapi bentuknya tidak sama sisi. Tinggi bangunan Ka'bah dari dasar tanah 15 meter, lebar pada arah pintunya 11,58 meter, lebar pada bagian Hijir Ismail 10,22 meter, lebar antara Hijir Ismail dan Rukun Yamani bagian barat 11,93 meter, lebar antara Rukun Yamani dan Hajar Aswad 10,13 meter.

Tidak ada yang tahu persis oleh siapa dan kapan Ka’bah ini pertama kali dibangun. Yang pasti, menurut Al Quran, Ka’bah atau Baitullah ini merupakan rumah yang mula-mula dibangun untuk tempat beribadah bagi manusia (QS Ali’Imran : 96). Kemungkinan Ka’bah pertama kali dibangun oleh para malaikat atas perintah Allah, kemudian dibangun kembali oleh manusia pertama Nabi Adam Alaihissalam. Menurut sejarahnya, sejak awal dibangunnya sampai tahun 1040 Hijriah atau 1630 Masehi, Ka'bah telah mengalami renovasi sebanyak 11 kali. Setelah Nabi Adam Alaihissalam, pembangunan Ka’bah dilanjutkan oleh putranya Syits, dipugar oleh Nabi Ibrahim Alaihissalam bersama putranya Nabi Ismail Alaihissalam, kemudian oleh suku Amaliqah, suku Jurhum, dan Qushay bin Kilab.

Pada awalnya bangunan Ka'bah, sebagaimana pondasi yang dibangun oleh Nabi Ibrahim Alaihissalam bersama Nabi Ismail Alaihissalam, terdiri atas dua pintu yang terletak tepat di atas tanah, tidak seperti sekarang yang pintunya terletak agak tinggi, sedangkan Hijir Ismail termasuk bagian dalam Ka'bah. Pada masa Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wassallam berusia 30 tahun dan belum diangkat menjadi Rasul, sekitar tahun 600 Masehi, banjir bandang melanda kota Mekah yang mengakibatkan Ka’bah mengalami kerusakan. Bangunan Ka’bah kembali direnovasi oleh suku Quraisy. Pada saat itu bangunan Ka'bah dibuat hanya satu pintu, sedangkan bagiannya yang tidak dimasukkan ke dalam bangunan Ka'bah yang berbentuk kubus, diberi tanda setengah lingkaran pada salah satu sisi Ka'bah, yang disebut Hijir Ismail. Pada tahun 683 Masehi, renovasi kesembilan Ka'bah dilakukan oleh Zubeir bin Awwam, kemudian Al Hajjaj bin Yusuf Al Tsaqafi, hingga Ka'bah sebagaimana dapat kita temui sampai saat ini adalah hasil dari renovasi yang dilakukan oleh Sultan Murad, salah seorang Sultan dari Kerajaan Turki Utsmani.

Pada saat menjelang Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wassallam diangkat menjadi Rasul sampai kepindahannya ke kota Madinah, lingkungan Ka'bah penuh dengan patung-patung yang merupakan perwujudan tuhannya bangsa Arab jahilliyah. Ketika Rasulullah membebaskan kota Mekah dari kaum kafir Quraisy, Rasulullah memerintahkan untuk menghancurkan patung-patung tersebut, baik yang ada di dalam maupun di luar Ka’bah. Untuk menghilangkan bekas-bekas kemusyrikan, Rasulullah kemudian mencuci Ka'bah. Ketika itu kaum muslimin mengambil air zamzam dan mencuci luar dan dalam Ka'bah, sehingga bekas-bekas kemusyrikan itu terkikis habis. Upacara pencucian Ka’bah ini kemudian menjadi tradisi dalam Kerajaan Arab Saudi hingga kini. Dalam setahun Ka'bah dicuci dua kali, yaitu pada awal bulan Dzulhijjah dan pada awal bulan Sya'ban.

Selanjutnya bangunan ini diurus dan dipelihara oleh Bani Sya’ibah sebagai pemegang kunci Ka'bah, sedangkan administrasi serta pelayanan haji dan umrah diatur oleh pemerintahan khalifah Abu Bakar As-Siddiq, kemudian dilanjutkan oleh Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Muawiyah bin Abu Sufyan, Dinasti Ummayyah, Dinasti Abbasiyyah, Dinasti Usmaniyah Turki, hingga pemerintahan Kerajaan Arab Saudi yang kini bertindak sebagai pelayan dua kota suci, Mekah dan Madinah.

Sejak zaman Nabi Ismail Alaihissalam, Ka'bah sudah diberi penutup yang disebut Kiswah. Kiswah yang terbuat dari kain sutra berwarna hitam yang pertama kali adalah pemberian dari Al Hajjaj pada tahun 684 Masehi. Sementara kiswah yang ada sekarang adalah sutra asli yang dilengkapi dengan kaligrafi dari benang emas yang dibuat di pabrik khusus oleh pemerintah Kerajaan Arab Saudi dengan tenaga ahli berjumlah 240 orang. Kiswah ini terdiri dari dua bagian, yaitu bagian dalam berwarna hijau dan luarnya berwarna hitam. Kiswahnya diganti sekali dalam setahun.

Ka'bah sebagai bangunan suci umat Islam dalam beribadah memiliki keistimewaan sebagaimana dijelaskan dalam Al-Quran bahwa sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk manusia adalah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia (QS Ali’Imran : 96), Allah juga telah menjadikan Ka’bah, rumah suci itu sebagai pusat peribadatan bagi manusia (QS Al-Maa-idah : 97). Letak Ka’bah oleh para ulama diyakini berada pada garis lurus dengan Baitul Makmur atau pusat ibadah para malaikat di langit. Allah menurunkan 120 rahmat di Ka'bah. 60 rahmat-Nya diberikan kepada orang yang sedang tawaf, yang 40 diberikan kepada mereka yang shalat, dan yang 20 rahmat-Nya lagi diberikan kepada mereka yang sedang memandangi Ka'bah.

Saya merasa sangat dirahmati oleh Allah karena diberi kesempatan bukan hanya sekedar melihat langsung, namun juga melaksanakan tawaf (mengelilingi), menyentuh, mencium Hajar Aswad, bahkan melaksanakan shalat di dalam Hijir Ismail yang termasuk bagian dalam Ka’bah. Entah mengapa, ketika selesai melaksanakan shalat di Hijir Ismail, saya bersimpuh dan merasa begitu tidak berdaya di dalam rumah Allah itu, saya begitu kecil di hadapan Allah, tidak berarti apa-apa. Seketika itu juga saya teringat telah begitu banyak nikmat yang telah diberikan Allah, namun begitu sering pula saya mengingkarinya, tidak melaksanakan perintah-Nya, dan larut dalam perbuatan yang sia-sia. Saya betul-betul merasa terhina di hadapan-Nya. Saat itu tidak ada yang bisa saya lakukan selain memohon ampunan-Nya dengan berurai air mata. Beruntunglah saya karena masih diberikan kesempatan bertobat di rumah-Nya sebelum pintu tobat ditutup.

Demikianlah sepenggal cerita mengenai Ka’bah dan pengalaman spiritual saya ketika mengunjunginya. Semoga bermanfaat. Semoga kita semua senantiasa memperoleh rahmat Allah agar berkesempatan berjumpa dengan Ka’bah sebelum ajal menjemput kita. InsyaAllah.

(dari berbagai sumber)

Tidak ada komentar: